Jaks Penuntut Umum (JPU) telah mengumumkam tuntutan terhadap Richard Eliezer Pudhang Lumiu dengan pidana penjara selama 12 tahun meski telah menjadi justice collaborator.
Keputusan dari JPU ini banyak mendapat sorotan lantaran Richard Eliezer dinilai telah membantu jalannya persidangan untuk mendapatkan titik terang atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Namun apa sebenarnya fungsi justice collaborator dalam urusan penegakan hukum. Mengutip laman Legal Smart Channel Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, Kamis (19/1/2023), justice collaborator adalah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.
Justice collaborator merupakan pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.
Baca Juga:Pertanyaan Kakak Kandung ke Arif Rahman soal Kasus Brigadir Yosua: Dek Kamu Terlibat?
Istilah justice collaborator adalah digunakan terhadap seseorang yang menjadi saksi namun juga berperan bersama-sama sebagai pelaku kejahatan.
Setidaknya ada tiga regulasi yang menagatur soal justice collaborator dalam hukum positif Indonesia. Pertama, UU Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Kedua, adalah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi pelapor tindak pidana (whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama.
Ketiga, Peraturan Bersama KPK, Kejaksaan, Kepolisian, LPSK, serta Menteri Hukum dan HAM tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi pelaku yang bekerja sama Tahun 2011.
Namun sayang status Richard Eliezer sebagai eksekutor memberatkan hukuman terhadap dirinya meski berfungsi sebagai justice collaborator.
Baca Juga:Link Magenta BUMN 2023 Belum Bisa Diakses, Apakah Pendaftaran Diundur?